Selasa, 02 Juli 2013

MULLA SADRA,SEJARAH PEMIKIRAN SERTA ANALISIS


BAB I
PENDAHULUAN

A.   LATAR BELAKANG
Muhammad ibn Ibrahim Yahya Qowami Syirazi, yang dikenal dengan nama Shadr Al-Din Syirazi atau Mulla Shadra, dilahirkan di Syiraz pada 979 H/1571 M dari keluarga Qawam yang terkenal dan terhormat. Ayahnya dikenal sebagai seorang penasehat raja dan bekerja sebagai ahli hukum islam dipemerintahan Syafawi tepatnya di Provinsi Fars.
Shadr Al-Muta’allihin atau Mulla Shadra menyebut filsafatnya sebagai Al-Hikmah Al Muta’aliyah (Filsafat Transendental). Penamaan itu dipakai sebagai sinonim dari islilah filsafat Tertinggi (Al-Hikmah Al-Ulya), lawan dari matematika dan fisika, dalam klasifikasi filsafat tradisional.
Pemikiran yang digeluti oleh Mulla Shadra adalah persoalan metafisika yang didasari oleh pertanyaan tentang keberadaan Tuhan. yakni menggunakan argumen rasional. Secara ontologis, hikmah didasarkan pada tiga hal:
1.       Ashalah al-wujud (prinsipianitas eksistensi).Seperti filosof-filosof muslim sebelumnya, sadra berusaha menjawab masalah mahiyyah (kuiditas/esensi), dan wujud (eksistensi). Perbandingan antara eksistensi-esensi sadra menyatakan eksistensi bersifat positif, pasti, tertentu dan nyata.
2.      Tasykik (gradasi wujud)Jika para filosof peripatetik itu menganggap wujud setiap benda berbeda dari wujud yang lain, walaupun prinsipial dalam hubungannya dengan mahiyah, maka bagi Mulla Shadra wujud adalah realitas tunggal yang muncul dalam gradasi (tahap) yang berbeda.
3.      Gerak Substansial (al-harokhah al-jauhariyyah)Mulla Shadra berpendapat bahwa gerak tidak hanya terjadi pada empat kategori aksiden: kuantitas, kualitas, posisi dan tempat. Akan tetapi gerak juga terjadi pada substansi
B.     RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah makalah ini ialah sbb:
1.      Bagaimana riwayad hidup mulla shadra ?
2.      Bagaimana pemikiran dari mulla shadra ?
3.      Bagaimana analisis penulis terhadap pemikiran mulla shadra ?



BAB  II
PEMBAHASAN

A.   Riwayat Hidup Mulla Shadra
Muhammad ibn Ibrahim Yahya Qowami Syirazi, yang dikenal dengan nama Shadr Al-Din Syirazi atau Mulla Shadra, dilahirkan di Syiraz pada 979 H/1571 M dari keluarga Qawam yang terkenal dan terhormat. Ayahnya dikenal sebagai seorang penasehat raja dan bekerja sebagai ahli hukum islam dipemerintahan Syafawi tepatnya di Provinsi Fars.[1]
Seusai menamatkan pendidikan dasarnya di Syiraz, dia berangkat menuju Isfahan yang pada waktu itu menjadi pusat pemerintahan dan pusat intelektual  Persia. Disana dia bertemu dengan guru-guru terkenal pada waktu itu. Dia belajar ilmu-ilmu agama (naqli) pada Syaikh Baha’ Al-Din Al‘Amili dan belajar ilmu-ilmu rasional (aqli) filsafat dan logika pada Mir Damad. Keduanya merupakan pelopor utama madzhab Isfahan. Menurut beberapa sumber, dia juga dikatan pernah belajar pada sufi terkenal Mir Findiriski.
      Pembelaan dan usaha Mulla Shadra untuk menyebarkan ajaran-ajaran gnostik (‘irfan) akhirnya membawanya kepada konflik dengan para ahli hukum. Kalau bukan karena pengaruh ayahnya di pengadilan, barangkali ia akan mengalami nasib yang sama dengan yang menimpaSuhrawardi. Sebagai konsekuensi dari tekanan-tekanan tersebut, dia mengasingkan diri dari kehidupan masyarakat dan berdiam diri disebuah dusun kecil di Kahak, dekat Qum, tempat dia menghabiskan hari-harinya hingga tujuh atau menurut  beberapa sumber sebelas tahun untuk melakukan amalan-amalan tasawuf dan asketis.
     Hingga akhirnya Allahwardi Khan (Gubernur Fars waktu itu), membangun  sebuah sekolah yang besar di Syiraz dan memanggil mulla sadra untuk dimintai kesediaannya menjadi guru besar disekolah tersebut. Dia menerima tawaran itu dan dibawah pimpinannya sekolah tersebut menjadi pusat studi yang berpengaruh di Persia, hingga mahasiswa yang datang dari berbagai penjuru datang untuk belajar disitu. Hal itu kira-kira berjalan hingga tahun 1050 H hingga akhirnya dia kembali ketempat kelahirannya untuk menghabiskan waktu untuk menulis. Mulla Sadra meninggal pada usia 79 tahun di Basrah, sepulangnya dari menunaikannya ibadah haji yang ketujuh. 
B.   Pemikiran Mula Shadra  
Menurut M.M. Syarif dalam History of Muslim Philosophy  mengemukan bahwa Mulla Shadra disebut-sebut sebagai pendiri mazhab ketiga yang utama. Mazhab utama pertama adalah mazhab Peripatetik dengan eksponen terbesarnya dalam dunia Islam adalah Ibnu Sina, yang lainnya adalah mazhab Illuminatif (al-hikmah al-isyraqiyah/al-khalidah) yang dibangun oleh Suhrawardi al-Maqtul. Mulla Shadra juga mengadopsi prinsip-prinsip tertentu dari masing-masing mazhab, seperti hylomorphism dari Peripatetik, gradasi wujud dan pola-pola surga (celesticalarchetyupes) dari mazhab illuminasi. Bahkan ia mengadopsi prinsip-prinsip tertentu dari ajaran-ajaran sufi Ibnu Sina. Keselarasan dan keteraturan substansi dunia yang sebelumnya tidak pernah nampak sebagai prinsip beberap mazhab hikmat, dan tidak pernah dibangun secara sistemik dalam bahasa yang logis oleh hikmawan sebelum Mulla Shadra. Oleh karenanya, layak disebut sebagai pendiri hikmah yang orisinil dan relatif baru dalam pergumulan filsafatMuslim dengan al-Hikmah al-Muta’alliyah-nya yangberbeda dengan al-hikmahal-masya’iyyahperipatetikphilosophy serta alhikmahalisyraqiyyah  illuminasionisttheosophy.
Persoalan pertama yang digeluti oleh Mulla Shadra adalah persoalan metafisika yang didasari oleh pertanyaan tentang keberadaan Tuhan. Persoalan esensi dan eksistensi menjadi tema sentral dalam uraian filsafatnya. Filsafat Mulla Shadra dinilai mampu mempertemukan beberapa aliran filsafat yang berkembang sebelum Mulla Shadra. Aliran-aliran itu secara umum dikelompokkan menjadi: (1) Aliran paripatetik; (2)Filsafat iluminasionis;(3)Irfan (mistisismeislam); dan (4)kalam (teologi).Pergelutan Mulla Shadra dengan esensi dan eksistensi Allah melahirkan sebuah system filsafat yang tertata.Shadra menggunakan istilah al-Hikmah al-Muta’aliyyah (filsafat transendental) yang merupakan sinonim dari istilah filsafat tertinggi atau lebuh dikenal dengan filsafat hikmah.[2]
Filsafat hikmah adalah kebijaksanaan yang diperoleh lewat pencerahan spiritual atau intuisi intelektual dan disajikan dalam bentuk yang rasional, yakni menggunakan argumen rasional. Secara ontologis, hikmah didasarkan pada tiga hal:
1.         Ashalah al-wujud (prinsipianitas eksistensi).
Seperti filosof-filosof muslim sebelumnya, sadra berusaha menjawab masalah mahiyyah (kuiditas/esensi), dan wujud (eksistensi). Perbandingan antara eksistensi-esensi sadra menyatakan eksistensi bersifat positif, pasti, tertentu dan nyata. Sedangkan esensi bersifat samar, gelap, tidak tertentu,negative, dan tidak nyata. Esensi tidak memiliki dirinya sendiri dan apapun yang ada pada-Nya adalah karena hubungan dengan eksistensi, sedang eksistensi bersifat nyata berkat manivestasi dan hubungannya dengan eksistensi mutlak, yakni Tuhan. Bagi shadra, Tuhan adalah wujud mutlak dan apa yang disebut sebagai akal terpisah oleh para filosof atau ide-ide tetap (a’yan al-tsabithah oleh ibnu arabi, tidak mempunyai wujud eksternal tetapi hanya merupakan kandungan dalam fikiran Tuhan, yakni ide-idenya. Selanjutnya jenis-jenis wujud atau eksistensi ini memperlihatkan karakteristik esensial tertentu dalam fikiran. Ini persis dengan matahari yang sebagai sumber cahaya, identik dengan cahaya yang dipancarkan, tetapi cahaya tersebut bisa memunculkan karakteristik yang berbeda seperti yang tampak dalam prisma.
2.         Tasykik (gradasi wujud)
Jika para filosof peripatetik itu menganggap wujud setiap benda berbeda dari wujud yang lain, walaupun prinsipial dalam hubungannya dengan mahiyah, maka bagi Mulla Shadra wujud adalah realitas tunggal yang muncul dalam gradasi (tahap) yang berbeda. Meminjam dari Suhrawardi, kita dapat membandingkan berbagai wujud cahaya. Ada cahaya matahari, ada cahaya lampu, ada cahaya lain. Semuanya cahaya, tetapi dengan predikat yang berbeda artinya. Begitu pula, ada Tuhan, ada manusia, ada binatang, ada batu. Semuanya satu wujud, satu realitas, tetapi dengan berbagai tingkat intensitas dan manifestasi. Gradasi ini bekan pada mahiyah, tetapi pada wujud, bukan pada kuiditas, tetapi pada eksistensi. Tahap paling tinggi dalam hierarki wujud ini adalah Tuhan yang Mahatinggi dan tahap yang paling rendah adalah Materi Awal, yang menjadi bahan segala bahan (maddah al mawadd atauhayula atau hyle).
3.         Gerak Substansial (al-harokhah al-jauhariyyah)
Mulla Shadra berpendapat bahwa gerak tidak hanya terjadi pada empat kategori aksiden: kuantitas, kualitas, posisi dan tempat. Akan tetapi gerak juga terjadi pada substansi. Kita melihat dalam dunia eksternal perubahan benda material dari keadaan yang satu ke keadaan yang lain. Buah apel berubah dari hijau, kemudian kuning, kemudian merah. Ukuran, rasa, berat juga selalu mengalami perubahan. Karena keberadaan aksiden bergantung pada keberadaan substansi, maka perubahan aksiden terkait dengan perubahan substansi juga. Semua benda material berubah. Dalam hubungan ini Shadra mempertahankan sifat huduts(kebaharuan) dunia fisik, sifat tidak permanen dari esensi materi, dan waktu sebagai dimensi materi keempat (yakni, sebagai satuan ukuran kuantitas gerak).
Shadr Al-Muta’allihin atau Mulla Shadra menyebut filsafatnya sebagai Al-Hikmah Al Muta’aliyah (Filsafat Transendental). Penamaan itu dipakai sebagai sinonim dari islilah filsafat Tertinggi (Al-Hikmah Al-Ulya), lawan dari matematika dan fisika, dalam klasifikasi filsafat tradisional. Dengan begitu, Al-Hikmah Al-Muta’aliyah sama persis dengan filsafat pertama yang tak lain adalah filsafat umum. Selain itu  Al-Hikmah Muta’aliyah adalah mazhab pemikirannya dalam metafisika. Urutan dalam hal pembahasan  yang mendasari Al-Hikmah Al Muta’aliyah meliputi::
·         Hakikat kemendasaran eksistensi (ashalah al-wujud).dan Kemanunggalan wujud (wahdad al-wujud). Membahas prinsip mengenai eksistensi dan esensi
·         Penuntasan masalah-masalah menyangkaut eksistensi mental (al-wujud al-dzihni).Arti penting pembahasan eksistensi mental adalah yang berkaitan dengan hubungan antara subjek pengetahuan dan objek pengetahuan. Masalah ini terkait dengan pengetahuan kesadaran manusia dalam menyingkap realitas. Menurut perspektif para filosof Islam, nilai pengetahuan sepenuhnya bergantung pada pengertian gagasan dan eksistensi mental. Menolak eksistensi mental sama dengan menolak nilai pengetahuan dan kesadaran manusia secara mutlak.
·         “keserbamungkinan yang membutuhkan” (al-imkan al-faqri).Para logikawan telah memaparkan dua jenis keniscayaan esensial. Yang pertama keniscayaan esensial sementara. Sebagai contoh, apabila kita katakan bahwa esensi manusia adalah “hewan rasional” (atau esensi “empat” adalah “bilangan genap”), maknanya adalah bahwa eksistensi manusia terkait langsung dengan esensi kehewanan dan rasionalitasnya. Oleh karena itu, tanpa rasionalitas pasti tidak ada manusia. Sedangkan dalam keniscayaan abadi, hanya milik Allah.
·         Telaah tentang hakikat kausalitas dan watak hubungan sebab-akibat, peneguhan hubungan akibat pada sebab sebagai hubungan iluminatif; dan pengakuan adanya efek kemaujudan (ontic/ watak) sebagai “manifestasi” (tajali wa tasya’un).contoh: seorang ayah dan anak adalah dua maujud. Yang pertama merupakan sumber bagi yang kedua, dalam arti bahwa anak berasal dari ayah. Lalu terjadilah suatu hubungan diantara keduanya sebagai hakikat ayah atau anak.
·         Pengukuhan gerakan subtansial (al-harakah al-jauhariyyah);Semua maujud alami dapat berubah karena kodrat alam itu sendiri adalah potensi dan kesiapan. Perubahan bersifat seketika dan bertahap seiring dengan perputaran waktu disebut dengan “gerak” (harakah).[3]
C. ANALISIS
Filsafat Mulla Sadra dinilai mampu mempertemukan beberapa aliran filsafat yang berkembang sebelum Mulla Sadra. Aliran paripatetik; iluminasionis; Irfan (mistisisme islam); dan kalam (teologi). filsafatnya sebagai Al-Hikmah Al Muta’aliyah (Filsafat Transendental) merupakan suatu sistem filsafat yang koheren meskipun menggabungkan berbagai mazhab filosofis sebelumnya. Karena filsafat hikmah diperoleh lewat pencerahan spiritual atau intuisi intelektual dan disajikan daslam bentuk yang rasional. Dengan berlandaskan pada pokok utama kajian pemikiran Mulla Sadra yakni metafisika. Dengan demikian sifat-sifat sintetik pemikiran Shadra ini, dan inkorporasi Al-Qur’an dan hadits yang dilakukannya, telah menjadikan filsafatnya layak disebut filsafat Islam yang sesungguhnya.











BAB III
PENUTUP

A.  KESIMPULAN
Muhammad ibn Ibrahim Yahya Qowami Syirazi, yang dikenal dengan nama Shadr Al-Din Syirazi atau Mulla Shadra, dilahirkan di Syiraz pada 979 H/1571 M dari keluarga Qawam yang terkenal dan terhormat. Ayahnya dikenal sebagai seorang penasehat raja dan bekerja sebagai ahli hukum islam dipemerintahan Syafawi tepatnya di Provinsi Fars.
·         Hakikat kemendasaran eksistensi (ashalah al-wujud).dan Kemanunggalan wujud (wahdad al-wujud). Membahas prinsip mengenai eksistensi dan esensi
·         Penuntasan masalah-masalah menyangkaut eksistensi mental (al-wujud al-dzihni).Arti penting pembahasan eksistensi mental adalah yang berkaitan dengan hubungan antara subjek pengetahuan dan objek pengetahuan. Masalah ini terkait dengan pengetahuan kesadaran manusia dalam menyingkap realitas. Menurut perspektif para filosof Islam, nilai pengetahuan sepenuhnya bergantung pada pengertian gagasan dan eksistensi mental.
·         “keserbamungkinan yang membutuhkan” (al-imkan al-faqri).Para logikawan telah memaparkan dua jenis keniscayaan esensial. Yang pertama keniscayaan esensial sementara. Sebagai contoh, apabila kita katakan bahwa esensi manusia adalah “hewan rasional” (atau esensi “empat” adalah “bilangan genap”), maknanya adalah bahwa eksistensi manusia terkait langsung dengan esensi kehewanan dan rasionalitasnya.
·         Telaah tentang hakikat kausalitas dan watak hubungan sebab-akibat, peneguhan hubungan akibat pada sebab sebagai hubungan iluminatif; dan pengakuan adanya efek kemaujudan (ontic/ watak) sebagai “manifestasi” (tajali wa tasya’un). Pengukuhan gerakan subtansial (al-harakah al-jauhariyyah);Semua maujud alami dapat berubah karena kodrat alam itu sendiri adalah potensi dan kesiapan. Perubahan bersifat seketika dan bertahap seiring dengan perputaran waktu disebut dengan “gerak” (harakah). 
Filsafat Mulla Sadra dinilai mampu mempertemukan beberapa aliran filsafat yang berkembang sebelum Mulla Sadra.Aliran paripatetik; iluminasionis; Irfan (mistisisme islam); dan kalam (teologi). filsafatnya sebagai Al-Hikmah Al Muta’aliyah (Filsafat Transendental) merupakan suatu sistem filsafat yang koheren MeskipunMenggabungkan berbagai mazhab filosofis sebelumnya.Dengan berlandaskan pada pokok utama kajian pemikiran Mulla Shadra yakni metafisika



DAFTAR PUSTAKA

·      Bagir, Haidar. 2005.Buku Saku Filsafat Islam. Bandung: Mizan
·      Fakhry, Majid. 2001. Sejarah Filsafat Islam: Sebuah Peta Kronologis. Bandung: Mizan
·      Muthahhari, Murtadha. 2002. Filsafat Hikmah:Pengantar Pemikiran Sadra. Bandung; Mizan. 
·      Shadra, Mulla.  2001. Kearifan Puncak (Hikmah al-Arsyiah).Yogyakarta: Pustaka Pelajar





DEMOKRASI PANCASILA


PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Apakah demokrasi itu? Apakah negara ini sudah demokrasi? Sengaja pertanyaan ini kami munculkan karena teman-teman mungkin sudah mengerti dengan pertanyaan yang kami ajukan tersebut di atas. Karena kami punya pandangan produk dan atribut yang berkaitan dengan demokrasi itu merupakan produk luar negeri. Sedangkan negara kita sendiri tidak memiliki kejelasan yang tepat tentang demokrasi itu sendiri. Lalu kalau kita melihat bentuk demokrasi dalam struktur pemerintahan kita dari level negara, provinsi, kabupaten, hingga kecamatan hampir dapat dipastikan di level ini hanya proses pembuatan kebijakan sementara kalau kita mencari demokrasi yang berupa ciri khas yang dapat mewakili bahwa negara kita mempunyai diri demokrasi tersendiri itu dapat dilihat di level desa.. Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang dihayati oleh bangsa dan negara Indonesia yang dijiwai dan diintegrasikan oleh nilai-nilai luhur Pancasila yang tidak mungkin terlepas dari rasa kekeluargaan. Akan tetapi yang menjadi pandangan kita sekarang. Mengapa negara ini seperti mengalami sebuah kesulitan besar dalam melahirkan demokrasi. Banyak para ahli berpendapat bahwa demokrasi pancasila itu merupakan salah satu demokrasi yang mampu menjawab tantangan jaman karena semua kehidupan berkaitan erat dengan nilai luhur Pancasila. Dalam hal ini kita ambil saja salah satu ahli Nasional Prof. Dardji Darmodihardjo, S.H. beliau mempunyai Pandangan bahwa demokrasi Pancasila adalah paham demokrasi yang bersumber kepada kepribadian dan falsafah hidup bangsa Indonesia yang terwujudnya seperti dalam ketentuan-ketentuan pembukaan UUD 1945.
B.PERMASALAHAN
Adapun masalah yang ditinjau dan dianalisis adalah antar lain:
Demokrasi
Demokrasi Pancasila
Aspek demokrasi
C.TUJUAN
Agar kita dapat membedakan antara paham demokrasi satu dengan demokrasi yang kita pakai di Indonesia. Sehingga kita dapat mengerti apa sisi yang unggul di dalam demokrasi Pancasila.

                                                                                                                             1
PEMBAHASAN
BAB II

A.Pengertian  Demokrasi Pancasila

Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut. Isitilah “demokrasi” berasal dari Yunani Kuno yang diutarakan di Athena kuno pada abad ke-5 SM. Negara tersebut biasanya dianggap sebagai contoh awal dari sebuah sistem yang berhubungan dengan hukum demokrasi modern. Namun, arti dari istilah ini telah berubah sejalan dengan waktu, dan definisi modern telah berevolusi sejak abad ke-18, bersamaan dengan perkembangan sistem “demokrasi” di banyak negara.
Kata “demokrasi” berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Konsep demokrasi menjadi sebuah kata kunci tersendiri dalam bidang ilmu politik. Hal ini menjadi wajar, sebab demokrasi saat ini disebut-sebut sebagai indikator perkembangan politik suatu negara.
Menurut Prof. Dardji Darmodihardjo,S.H. Demokrasi pancasila adalah Paham demokrasi yang bersumber pada kepribadian dan falsafah hidup bangsa Indonesia yang perwujudannya seperti dalam ketentuan-ketentuan seperti dalam pembukaan UUD 1945. Sedangkan Prof. dr. Drs. Notonagoro,S.H. Demokrasi pancasila adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan yang berketuhanan Yang Maha Esa, yang berperikemanusiaan yang adil dan beradab, yang mempersatukan Indonesia dan yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Ensiklopedi Indonesia
Demokrasi Indonesia berdasarkan Pancasila yang meliputi bidang-bidang politik sosial ekonomi, serta yang dalam penyelesaian masalah-masalah nasional berusaha sejauh mungkin menempuh jalan permusyawaratan untuk mencapai mufakat.
                                                                                                                                               1
B.Aspek Demokrasi Pancasila
Berdasarkan pengertian dan Pendapat tentang demokrasi Pancasila dapat dikemukakan aspek-aspek yang terkandung di dalamnya.
Demokrasi Pancasila harus dijiwai dan diintegrasikan oleh sila-sila lainnya. Karena itulah, pengertian demokrasi pancasila tidak hanya merupakan demokrasi politik tetapi juga demokrasi ekonomi dan sosial (Lihat amandemen UUD 1945 dan penyelesaiannya dalam pasal 27,28.29,30,31, 32, 33. dan 34). Adapun pasal-pasal ny sebagai berikut:
Pasal 27
Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.
Pasal 28
Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.
Pasal 29
Negara berdasaratas ketuhana yang maha esa.
Pasal 30
Tiap-tiap warga berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.
Pasal 31
Setiap warga berhak mendapat pendidikan.
Pasal 32
Negara memajukan kebudayaan nasional indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya.
Pasal 33
Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.

                                                                                                                                                                                                                                                                                        2
Pasal 34
Fakir miskin dan anak-anak terlantar di pelihara oleh negara.

Aspek Formal
Mempersoalkan proses dan cara rakyat menunjuk wakil-wakilnya dalam badan-badan perwakilan rakyat dan pemerintahan dan bagaimana mengatur permusyawaratan wakil-wakil rakyat secara bebas, terbuka, dan jujur untuk mencapai kesepakatan bersama.
Aspek Normatif
Mengungkapkan seperangkat norma atau kaidah yang membimbing dan menjadi kriteria pencapaian tujuan.
Aspek Optatif
Mengetengahkan tujuan dan keinginan yang hendak dicapai.
Aspek Organisasi
Mempersoalkan organisasi sebagai wadah pelaksaan demokrasi pancasila di mana wadah tersebut harus cocok dengan tujuan yang hendak dicapai.
Aspek Kejiwaan
Menjadi semangat para penyelenggara negara dan semangant para pemimpin pemerintah.

C.Prisip-Prinsip Demokrasi Pancasila
Adapun Prinsip-prinsip Pancasila:
Persamaan bagi seluruh rakyat Indonesia
Keseimbangan antara hak dan kewajiban
Pelaksanaan kebebasan yang bertanggung jawab secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, dan orang lain

                                                                                                                                              3
Mewujudkan rasa keadilan sosial
Pengambilan keputusan dengan musyawarah mufakat.
Mengutamakan persatuan nasional dan kekeluargaan
Menjunjung tinggi tujuan dan cita-cita nasional.
Prinsip pokok demokrasi Pancasila adalah sebagai berikut:
  1. Perlindungan terhadap hak asasi manusia
  2. Pengambilan keputusan atas dasar musyawarah
  3. Peradilan yang merdeka berarti badan peradilan (kehakiman) merupakan badan yang merdeka, artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan kekuasaan lain contoh Presiden, BPK, DPR atau lainnya
  4. adanya partai politik dan organisasi sosial politik karena berfungsi untuk menyalurkan aspirasi rakyat
  5. Pelaksanaan Pemilihan Umum
  6. Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar (pasal 1 ayat 2 UUD 1945)
  7. Keseimbangan antara hak dan kewajiban
  8. Pelaksanaan kebebasan yang bertanggung jawab secara moral kepada Tuhan YME, diri sendiri, masyarakat, dan negara ataupun orang lain
  9. Menjunjung tinggi tujuan dan cita-cita nasional
  10. Pemerintahan berdasarkan hukum, dalam penjelasan UUD 1945 dikatakan[3]:
a. Indonesia ialah negara berdasarkan hukum (rechtstaat) dan tidak berdasarkan kekuasaan belaka (machtstaat) b. Pemerintah berdasar atas sistem konstitusi (hukum dasar) tidak bersifat absolutisme (kekuasaan tidak terbatas) c. Kekuasaan yang tertinggi berada di tangan rakyat.







                                                                                                                                              4
D.Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia dalam Waktu 50 Tahun
Periode 1945-1949 dengan Undang-Undang 1945 seharusnya berlaku demokrasi Pancasila, namun dalam penerapan berlaku demokrasi Liberal.
Periode 1949-1950 dengan konstitusi RIS berlaku demokrasi liberal.
Periode 1950- 1959 UUDS 1950 berlaku demokrasi Liberal dengan multi-Partai
Periode 1959-1965 dengan UUD 1945 seharusnya berlaku demokrasi Pancasila namun yang diterapkan demokrasi terpimpin ( cenderung otoriter)
Periode 1966-1998 dengan UUD 1945 berlaku demokrasi Pancasila (cenderung otoriter)
Periode 1998- sekarang UUD 1945, berlaku Demokrasi Pancasila ( cenderung ada perubahan menuju demokratisasi)














                                                                                                                                              5
PENUTUP
BAB IV
A. Kesimpulan
Dengan demikian telah kita lihat bahwa demokrasi di Indonesia telah berjalan dari waktu ke waktu. Namun kita harus mengetahui bahwa pengertian Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang dihayati oleh bangsa dan negara Indonesia yang dijiwai dan diintegrasikan oleh nilai-nilai luhur Pancasila. Adapun aspek dari Demokrasi Pancasila antara lain di bidang aspek Aspek Material (Segi Isi/Subsrtansi), Aspek Formal, Aspek Normatif, Aspek Optatif, Aspek Organisasi, Aspek Kejiwaan. Namun hal tersebut juga harus didasari dengan prinsip pancasila dan dengan tujuan nilai yang terkandung di dalamnya.  Oleh karena itu, kita dapat merasakan demokrasi dalam istilah yang sebenarnya.














                                                                                                                                    6
Daftar Pustaka

-.Kewarganegaraan SMA Untuk Kelas X. Jakarta: Erlangga.
-Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Untuk Kelas 2 SMU..



































MEKANISME PELAKSANAAN PERSONALIA PENDIDIKAN



BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar belakang
Masalah pendidikan adalah merupakan masalah yang sangat penting dalam kehidupan. Bukan saja sangat penting dalam kehidupan bahkan masalah pendidikan itu tidak dapat dipisahkan dari kehidupan. Karena untuk menjalani kehidupan ini dibutuhkan ilmu,dan ilmu hanyalah didapat dari pendidikan.
Mengingat sangat pentingnya pendidikan itu bagi kehidupan bangsa dan negara, maka hampir seluruh negara di dunia ini menangani secara langsung masalah-masalah yang berhubungan dengan pendidikan,dari masalah pendidikan yang sifat mikro sampai makro.
Untuk mencapai tujuan pendidikan yang efektif dan efisien maka diperlukan suatu kerjasama dalam lembaga pendidikan yang dikenal dengan Administrasi Pendidikan.
Akan tetapi suatu kerja sama itu tidak akan mungkin berhasil tanpa adandya suatu Komponen, Aturan, Mekanisme dan Tata Kerja dalam lembaga pendidikan. Untuk keterangan mengenai hal tersebut akan kami bahas di dalam makalah ini pada Bab selanjutnya.
B.   Rumusan masalah
Adapun rumusan pada masalah ini ialah :
1.      Apa pengertian dari personalia ?
2.      Apa-apa saja yang mempengaruhi manajemen personalia ?
3.      Aebutkan fungsi personalia ?


BAB II
PEMBAHASAN
A.   Pengertian personalia
Yang dimaksud personalia pendidikan adalah semua orang yang terlibat dalam tugas-tugas pendidikan, yaitu para guru/dosen sebagai pemegang peranan utama, manajer/administrator, para supervisor, dan para pegawai. Para personalia pendidikan perlu dibina agar bekerja sama secara lebih baik dengan masyarakat.
Ada sejumlah gejala yang membutuhkan pengembangan personalia. Gejala-gejala itu ialah :
1.      Para personalia terlalu patuh kepada atasannya dengan berbagai alasan. Para bawahan merasa wajib memenuhi kehendak atasan tanpa mempertimbangkan apakah hal itu patut atau tidak patut dikerjakan.
2.      Personalia pendidikan bekerja terlalu mekanistik, rutin, seperti mesin. Tindakan mereka selalu berdasarkan peraturan dan atau perintah para atasan.
3.      Tidak puas dengan desain yang baik tentang cara melayani atau memenuhi kebutuhan para siswa/mahasiswa.
4.      Terjadi perubahan dalam konteks dan isi peranan para siswa/mahasiswa. Perubahan ini membuat personalia pendidikan menjadi bingung, merasa tidak aman, atau bahkan ada yang merasa disaingi.
5.      Penyesalan meningkat dalam hubungannya dengan problem komunikasi. Pemakai data tidak berusaha menyelesaikan problem tersebut, mereka hanya bisa mengeluh dan menyesali keadaan yang tidak baik itu.
6.      Ketidakmampuan manajer/para manajer meninggalkan otoriter dengan model kepemimpinan yang hirarhis. Sehingga hubungan personalia khususnya antara atasan dengan bawahan menjadi kaku.
7.      Pengambilan keputusan yang keliru dan lamban, yang dapat membuat para personalia menjadi bingung, menemui kesulitan dalam bekerja, marah yang dipendam, dan sebagainya.
8.      Peraturan, norma, dan standar tidak lagi berfungsi dengan baik, sebab sudah ketinggalan zaman.
9.      Konflik atau pertentangan yang tinggi antar kelompok dan atau di dalam kelompok itu sendiri.
Dari kesembilan gejala diatas tampak bahwa bukan hanya para personalia yang perlu dibina atau dikembangkan melainkan juga lembaganya. Tujuan pengembangan baik melalui personalia maupun melalui organisasi ialah memperbaiki performan organisasi dengan menciptakan iklim sumber daya manusia yang positif. Pegembangan organisasi juga berusaha memperbaiki kompetensi mereka masing-masing.
Personalia disini adalah semua orang yang terlibat, artinya didalam organisasi membutuhkan beberapa tenaga yang sesuai dalam bidangnya, sehingga menimbulkan hubungan timbal balik dalam organisasi tersebut baik antara kepala, wakil, tenaga pengajar, pegawai dan lainnya. Dalam kebanyakan organisasi, unit personalia yang khusus umunya dinyatakan sebagai unit staf Maksudnya dalam satu bidang, terdapat beberapa anggota yang bekerja dalam bidangnya.
B.   Pengaruh aktivitas manajemen personalia terhadap motivasi:

·         Analisis Pekerjaan
·         Perencanaan Dan Perekrutan Personalia
·         Testing Dan Seleksi
·         Wawancara Pegawai
·         Orientasi Dan Training
·         Pengembangan Pegawai Dan Manajemen
·         Menetapkan Rencana Penggajian
·         Insentif Finansial.
·         Kesejahteraan Dan Pelayanan
·         Program Peningkatan Kualitas Kehidupan Kerja
·         Penilaian Prestasi

C.   fungsi manajemen personalia

1.      Pengadaan tenaga kerja. Fungsi operasional pertama dari manajmene personalia adalah berupa usaha untuk emperoleh jenis dan jumlah yang tepat dari personalia yang diperlukan untuk menyelesaikan sasaran organisasi. Hal-hal yang dilakukan dalam kaitan ini adalah penentuan sumber daya manusia yan diperlukan dan perekrutannya, seleksi dan penempatan.
2.      Pengembangan tenaga kerja. Setelah personalia diperoleh, mereka harus dikembangkan sampai pada tingkat tertentu. Pengembangan merupakan peningkatan keterampilan melalui pelatihan yan perlu untuk prestasi kerja yang tepat.
3.      Kompensasi (imbalan) tenaga kerja. Fungsi ini dirumuskan sebagai balas jasa yang memadai yang layak kepada personlia untuk sumbangan mereka kepada tujuan organisasi. Struktur kompensasi meliputi, gaji pokok, tunjangan keuarga, tunjangan makan, tunjangan transportasi, tunjangan kehadiran dan tunjangan jabatan.
4.      Integrasi (penyatuan) tenaga kerja. Setelah karyawan diperoleh, dikembangkan, dan diberi kompensasi secara layak, maka selanjutnya adalah intregasi. Integrasi merupakan usaha untuk menghasilkan suatu kecocokan yang layak atas kepentingan-kepentingan perorangan, masyarakat, dan organisasi.
5.      Pemeliharaan tenaga kerja. Jika kita telah melaksanakan fungsi-fungsi di atas dengan baik, maka yang tidak kalah pentingna adalah pemeliharaan pegawai. Pemeliharaan merupakan usaha untuk meningkatkan kemauan dan kemampuan untuk bekerja para pegawai.
6.      Pemutusan hubungan kerja. Fungsi terakhir dari manajemen personalia adalah pemutusan hubungan kerja dan mengembalikan para pekerja kepada masyarakat. Sebagian besar karyawan tidak meninggal dunia pada masa kerjanya. Organisasi bertanggung jawab untuk melaksanakan proses pemutusan hubungan kerja sesuai dengan persyaratan-persyaratan yang telah ditentukan, dan menjamin bahwa warga masyarakat yang dikembalikan itu berada dalam keadaan yang sebaik mungkin. 
Fungsi personalia di atas dilaksanakan dan dikerjakan oleh manajer atau pimimpin. Manajer memperoleh hasil dari bawahannya, dan agar bawahannya dapat berprestasi besar dan cakap bekerja, maka para pemimpin harus memberi perhatian kepada hal-hal yang berhubungan dengan fungsi personalia.
Tujuan perencanaan sudah tentu mencakup menentukan kompetensi-kompetensi, beserta jumlahnya masing-masing dan cara menempatkan yang benar dalam jangka waktu tertentu, atau dapat juga tujuan itu hanya terbatas kepada usaha pemenuhan tenaga, peningkatan kompetensi & penempatan yang benar sebagai masalah yang harus diselesaikan oleh manajemen pendidikan.
Perencanaan personalia tidak bisa lepas, dari perencanaan organisasi secara keseluruhan, sebab perencanaan organisasi berupaya meningkatkan produksi pendidikan serta menyesuaikan dan memberikan suatu yang baru kepada konsumen, didalamnya terkandung kebutuhan-kebutuhan atau tenaga kependidikan.
Sudah kebutuhan personalia di tafsirkan atau ditentukan barulah menentukan perogram-program tindakan, ialah suatu perogram untuk membuat rencana tadi dapat secara tepat dilaksanakan. Program itu berisi keterampilan dan pedekatan yang dipakai utuk mewujudkan tujuan personalia, sementara itu organisasi tetap berjalan seperti biasa.


















BAB III
PENUTUP

A.   Kesimpulan
Manajemen personalia ialah bagian manajemen yang memprhatikan orang-orang dalam organisasi, yang merupakan salah satu sub sistem manajemen, perhatian terhadap orang-oran itu mencakup merekrut, menempatkan, melatih dan mengembangkan dan meningkatkan kesejahteraan mereka yang dikatakan sebagai fungsi manajemen personalia fungsi ini menunjukkan apa yang harus ditangani oleh manajer pada segi personalia.
Dan manajer memperhatikan segala sesuatu yang menyangkut personalia, mulai dari merencanakan, merekrut, menyeleksi, meneliti utnuk perbaikan dan samapai dengan memberhentikan atau memberi pensiun kepada para petugas













DAFTAR PUSTAKA

·         Daryanto, M. 2006. Administrasi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
·         Juhairiyah. Administrasi Sarana dan Prasarana Pendidikan. Probolinggo:
·         Erdawati, Ety . 2008. Administrasi Pendidikan. Probolinggo
·         Daryanto, M. 2001. Administrasi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
·         Hendyat, Soetopo dkk. 1982. Pengatar Operasional Administrasi Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional.